Powered By Blogger

magelang

magelang
jalan-jalan truz

Jumat, 04 Desember 2009

makalah estetik

BAB IPENDAHULUANI.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang telah disepakati dan dipahami oleh masyarakatnya. secara praktis bahasa digunakan untuk berinteraksi, bekerjasama, bertukar pikiran, mengemukakan dan mengekspresikan pendapat-pendapatnya lewat bahasa, manusia dapat mengkomunikasikan segala yang dilihat, didengar dan dirasakannya pada manusia lain. Bahasa pun tetap menjadi sarana yang efektif untuk menuangkan ide-ide, pengalaman, nilai-nilai kejadian yang dibungkus dengan penghayatan secara mendalam, sebagai ekspresi jiwa dari seorang pencipta karya sastra. Pencipta karya sastra mampu mengapresiasikan sastra melalui kegiatan mendengarkan, menonton, membaca dan melisankan maupun menuliskan karya sastra baik berupa puisi, prosa, maupun drama. Dengan adanya penghayatan secara mendalam itulah seorang pencipta karya sastra memasukkan unsur-unsur sosial tertentu ke dalam karyanya. Puisi merupakan sesuatu yang muncul dari rohani lewat bunyi ucapan dan kata-kata yang dalam keutuhannya mengandung keindahan dan kearifan. Ia adalah ruh, semangat, mimpi, obsesi dan igauan dan kelakar batin yang menjadi jasad bunyi yang diucapkan dan sering dituliskan dalam kata-kata. Itu disebabkan hakekat puisi selalu ingin menampilkan kelainan, keunikan dari kata-kata sehari-hari membuat sajak-sajaknya dalam suatu situasi yang berbeda dengan realitas kata-kata atau bahasa dalam peranan kesehari-hariannya.
I.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar-belakang masalah di atas, maka dapat diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:1) Apakah unsur-unsur stilistika yang ada dalam sajak-sajak karya Sutardji Calzoum Bachri dan Chairil Anwar?
2) Bagaimana implikasinya terhadap pembaca?
I.3 Perumusan MasalahBerpijak pada latar belakang pertanyaan penelitian, dan fokus penelitian maka masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: “Apakah unsur-unsur stilistika yang ada dalam sajak-sajak karya Sutardji Calzoum Bachri dan Chairil Anwar?”
I.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat para pembaca sastra,antara lain :1) Bagi pembacanya : Menjadi pembanding antara cara berpikir dalam alam bawah sadar pengarang dengan alam sadar serta lingkungan pembaca.2) Bagi Pembacanya :Mendapatkan pembelajaran berharga dalam membuat suatu sajak, mengangkat segi kejiwaan seseorang yang juga dapat mendidik bangsa untuk lebih maju.3) Untuk Peneliti ; sebagai calon sastrawan diharapkan mampu membuat roman yang dapat mengangkat kreatifitas dan imajinasi yang dapat menjadi inspirasi dan motivasi agar menghasilkan kaya-karya yang orisinil dan memajukan kreativitas dalam pembuatan sebuah karya yang baik.






BAB IILANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1 Landasan Teori Dikemukakan beberapa teori yang sesuai dengan tujuan penelitian ini, yang meliputi ;Hakikat Stilistika, pengertian stilistika,Ragam Bahasa: fungsi, Teks, dan Unsur Stilistika, Kriteria Pendekatan, dan pengertian puisi. 2.1.1 Hakikat stilistika Stilistika adalah mana lain dari istilah “gaya bahasa”. Lebih khusus lagi, gaya bahasa yang dimaksud adalah penggunaan bahasa dalam karya sastra. Pengertian ini dipertentangkan dengan penggunaan bahasa biasa diluar karya sastra. Penggunaan bahasa diluar karya sastra dikenal dengan antara lain: gaya bahasa Koran,gaya bahasa formal, gaya bahasa keilmuan, gaya bahasa pejabat, gaya bahasa humor, gaya bahasa percakapan, an lain sebagainya (Atmazaki,1990:93).
Sesuai dengan hakekat karya sastra sebagai karya kreatif , maka penggunaan bahasa sastra adalah juga penggunaan yang kreatif. Kreatif di sini bukanlah penggunaan bahasa yang “menyimpang”, melainkan “penentangan” terhadap bahasa biasa. Istilah “penyimpagan dalam konteks ini lebiyh diartikan sebagai penggunaan bahasa oleh oerang yang tidan mempunyai kompetensi linguistik yang baik., sehingga menimbulkan hal-hal yang mnyimpang tyang tidak dapart dipertanggung jawabkan sewecara ilmiyah. Aedangkan istilah penentangan digunakan dalam kaitan pemakai bahasa yang justru sangat fahan terhadap bahasa, memiliki kompetensi linguistik yang baik. Justru karena itu aseorang pengarang mnemilikikemungkinan untuk memanipulasi penggunaan bahasa untuk tujuan tertentu, sekalipun penentangab itu memperlihatkan ‘penyimpanga’ dari tatabahasa normative.Jadi tujuan stilistuika untuk menerangka serta mnguraikan bagaimana seorang pengarang memanipulasi penggunaan bahasa edalam karya sastra untuk menghasilkan efek tertentu sesuai engan prinsip ”licentia puitika”. Pemanipulasian inilah yang harus diterangjkan secara ilmiah dengan tetap berpijak pada landasan utama yaitu linguistik. Perdebatan mengenai absah atau tidaknya melakukan penelitian karya sastra dengan parameter stilistika (linguistik), pernah ditanggapi oleh Roman Jakobson dalam kongres Internasional IX Linguistik. Ia mengatakan bahwa untuk pertama kaliada suatu seksi dalam kongres linguistik yang mempertautkan stilistika dan puitika, yaitu bahasa suat7u kajian terhadap puisi diterima sebagi bagian tak terpisahkan dari linguistk dab sebagai tugas yang berkaitan dengannya (dalam Edi Subroto, 1997:1 dan 1999:7). Titik berat kajian stilistika itu sendiri memang terletak pada penggunaan bahasa dan gaya bahasa suatu karya sastra. Kajian ini pula bertujuan untuk meneliti aspek khusus pemakaian bahasa dalan karya sastra, seperti kekhasan dalam pemanfaatan bunyi-bunyi bahasa (rima dan ritma), aspek morfologis, sintaksis, diksi, penggunaan kata-kata konkret, dan bahasa figurative(majas),ataupengimajiankata(imagery). Pengkajian stilistika ini memperlihatkan adanya relevansi linguistik terhadap karya sastra. Melalui pendekatan stilistika dapat dijelaskan interaksi yang rumit antara bentuk dan makna yang sering luput dari perhatian dan pengamatan para kritikus sastra (Panuti Sudjiman, 1993:vii). Sebab, kajian stilistika dalam ssatra melihat bagaimana unsure-unsur bahasa digunakan untuk melahirkan peasan-pesan edalam karya sastra. Atau dengan kata lain, kajian stilistika berhubungan dengan pengkajian pola-pola bahasa dan bagaimana bahasa digunakan dalam teks sastra secara khas. Analisis bahasa yang dipolakan sevara khas tersebut kuita tunrtut untuk dapat menunjukkan kekompleksitasan dan kedalaman bahasa teks sastra tersebut dan juga menjawab bagaimana bahasa tersebut memiliki kekuatan yang menakjubkan, kekuatan kreatifitas karyaa sastra (Cummings dan Simmons, 1986:vii).
2.1.2 Pengertian stilistikaPengertian stilistika berhubungan denga persoaklan bahasa. Pada mulanya, stilistika lebih terbatas pada persoalan bahasa dalam karya sastra. Namun dalam perkembangannya, pengerian gaya juga dilihat dalam hubungannya di luar karya sastra. Maka dibedakan anatar gaya sastradan gaya non sastra. Jalan pikiran yang nmenyebutkan betapa eratnya hubungan antara bahasa sastra dapat dikemukakan sebagai berikut. Pada perinsipnya , ‘seni saatra’ (baca juga ‘seni bahasa’) dapat dipandang dari dua segi kemungkinan> Pertama, ‘seni sastra’ dipandang sebagai bagian dari seni pada umumnya. Di sini, karya sastra dikaji sebagi objek estetika, dengan menghkhususkan perhatiannya pada gejala bahasa , plastik bahasa, dan penggunaan bahasa kias/majas atau bahasa figurative(figurative language), serta sarana retorika yang lain. Jadi pengkaljiannya masuk kedalam kajian stilistika, retorika dan estetika. Kedua, seni sastra dipandang sebagai bagian dari ilmu bahasa (linguistics) pada umunnya.Dalam hal ini seni sastra dikaji dengan berdasarkan penggunaan bahasa yang khas. Jadi masuk pada lingustik terapan. Ia dikaji ragam bahasa yang digunakan. Apa jenisnya. Penekanannya pada pengkajian teks sastra. Landasan teorinya adalah konvensi-konvensi atauu konsepsi-konsepsi sastra atau bahasa.Gaya bahasa sastra dapat digolongkan menjadi dua yaitu :a. Silistika deskriptif , merupakan gaya bahasa sebagai keseluruhan ekspreasi kejiwaan yang terkandung dalam suatu bahasa dan meneliti nilai-nilai ekspresivitas khusus yang terkandung dalam suatu bahasa, yaitu secara morfolog, Sintaksis, dan semantik.b. Stilistika genetis merupakan gaya bahasa individual yang memandang gaya bahasa sebagai suatu ungkapan yang khas pribadi. 2.1.3 Ragam Bahasa: fungsi, Teks, dan Unsur Stilistika Bernand Asmuth dan LUIS Berg-Ehlers (1978:61) menamakangayabahasa sastra dan gaya bahasa non sastra ke dalam ‘gaya fungsional’,berhubungandengan fungsi tertentu dan bersifat sosiologis , seperti apa yang dikatakan oleh William O. Hendricks (1976:34). Juga dikutip oleh Asmuth dan Luise Berg-Ehlers cirri gaya fungsional dari Elise reisel yang berhubungan dengan pemakaian bahasa Jerman (DALAN Junus, 1989:xi-xiii) berikut.a. gaya bahasa Pergaulan resmifungsi: Melaksanakan hubungan resmi antara pegawai pemerintahdengan rakyat.Teks: Bersifat perintah, melukiskan dengan berbelit-belit.Unsur Stilistika: konstruksi kalimat pernyataan yang rumit; gagalmenggunakan kata-kata yang berhubungan dngan perasaan.b. gaya bahasa IlmuFungsi: Penyampaian kebenaranilmu dan hukumnya dengan pembuktian logic dan objektif.Teks : Karanmgan ilmiah, komentar, kuliah.Unsur stilistika : Kata-kata yang netraldari nilai sastradan tampa warna emosijarang ditemuni ungkapan -ungkapan pepatah; jalinan yang padu anatara kalimat atau kelompok kata-katanya.
c. Gaya abahasa surat kabarFungsi : Informasi, menjelaskan sehingga orang tahu dengan jelas tentang peristiwa yang dilaporkan.Teks : artikelsurat kabar dan sebagainya.Unsur stilistika: Luykisan tentang apa yang terjadi, penggunaan slogan, perifrase dan kata pemula(yang menarik).
d. gaya bahasa sehari-hariFungsi: digunakan dalam pergaulan santai yang alamiah.Teks : Bahasa sehari-hariUnsur Stilistika: Kesantaian, mudah, ketegangan emosi terlihat pada kelancaran dan hambatan dalam pembicaraan, cenderung pada kaliamat pendek, yang mementingkan ketepatan gramatikal.
e.GayabahasasastraFungsi: Penyampaian fijkiran melalui bahasa yang bergaya.Teks : karya sastraUnsur stilistika: Unsur dari segala gaya; menghasilkan srgala kemungkinan kesan bahasa.
2.1.4 Kriteria Analisis Penelitian gaya bahasa dapat dilihat dari tiga aspek :a. Melihat dari aspek penulis, dengan mempelajari kedalaman penulis dalam menampilkan gaya bahasa.b. Melihat dari ciri teks sastra dengan mengkategorikan gaya bahasa yang tampil dalam teks.c. Melihat aspek gaya yang dihubungkan dengan kesan yang diperoleh dari khalayak;
Terdapat dua pendekatan analisis stilistika yaitu:a. Dimulai dengan analisis sistematis tentang sistem linguistik karya sastra, dilanjutkan ke interpretasi tentang ciri karya sastra yang diarahkan ke makna total.b. Mempelajari sejumlah ciri khas yang membedakan sistem dengan sistem lain, dengan menggunakan metode pengkontrasan.d. Analisis gaya bahasa juga difokuskan pada gaya kelompok pengarang;e. analisis gaya bahasa juga dapat diarahkan pada kalimat, paragraf, wacana kalauberbentuk prosa, bahkan sampai pada bahasa dialek;f. analisis sebaiknya sampai pada tingkat perwatakan tokoh;g. suatu hal perlu juga dikaitkan dengan kajian resepsi sastra sehingga dapat dimengerti kemampuan membaca untuk memahami gaya bahasa.
Menurut Atar Semi sejumlah pokok persoalan yang harus menjadi tekanan dalam penelitian stilistika:a. Analisis harusnya menyentuh keseluruhan karya sastra;b. Analisis menggunakan unsur analisis struktural;c. Analisis sampai pada upaya membuka kekaburan pemanfaatn karya sastra;
2.1.5 Pengertian PuisiIstilah puisi berasal dari kata poezie (B. Belanda), sedangkan sajak dari kata gedicht (B. Belanda). Dalam bahasa Inggris ada istilah poetry sebagai istilah jenis sastra puisi, dan poem sebagai individunya. Dengan demikian, istilah puisi mengacu pada jenis sastra (genre) atau poetry yang berpasangan dengan istilah prosa, sedangkan istilah sajak Sekarang kita batasi definisi puisi. Sering terjadi kesalahpahaman ketika mendefinisikan puisi. Karya sastra puisi sering disebut karangan terikat. Kesalahpahaman tersebut terjadi akibat mendefinisikan puisi membandingkan dengan batasan prosa dan masih mengacu kepada contoh puisi-puisi lama. Jika puisi merupakan karangan yang terikat oleh aturan-aturan (jumlah baris dalam satu bait, jumlah suku kata dalam satu baris, bunyi-bunyi akhir baris, dan sebagainya), bagaimanakah dengan puisi-puisi seperti di bawah ini?Tenteram dan damai? Tidak, tidak Tuhanku!Tenteram dan damai waktu tidur di malam sepiTenteram dan damai berbaju putih di dalam kuburTetapi hidup ialah perjuangan Perjuangan semata lautan segaraPerjuangan semata alam semestaHanya dalam berjuang beta merasa tenteram dan damaiHanya dalam berjuang berkobar Engkau Tuhunku di dalam dada(Supriatna, 2007:23)SAJAK TELURDalam setiap telur semoga ada burung dalam setiap burung semoga ada engkau dalam setiap engkau semoga ada yang senantiasa terbang menembus silau matahari memecah udara dingin memuncak ke lengkung langit menukik melintas sungai merindukan telur.(Damono, 1983:64)Berdasarkan kedua contoh puisi di atas, pengertian puisi sebagai karangan terikat, sudah tidak bisa diterima. Hal itu karena wujud puisi sudah mengalami perkembangan. Perkembangan itu pula yang menyebabkan pengertian puisi pun berkembang. Baiklah, sesuai dengan perkembangannya, kita lihat batasan-batasan puisi di bawah ini!Puisi merupakan bentuk kesusasteraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khasnya (rima, ritme, musikalitas).(Slamet Mulyana dalam Ristiani, 2003:17)Puisi merupakan suatu karangan yang mengandung irama. Irama merupakan ciri puisi yang membedakannya dengan prosa. Perbandingan puisi dan prosa diibaratkan dengan orang yang menari dan berjalan biasa.(H.B. Yasssin dalam Ristiani, 2003:18)Puisi merupakan bentuk pengucapan bahasa yang ritmis, yang mengungkapkan pengalaman intelektual yang bersifat imajinatif dan emosional.(Clive Samson dalam Ristiani, 2003:19)Berdasarkan batasan di atas, wujud puisi itu adalah bahasa yang padat (sedikit kata-kata, tetapi mengandung banyak makna). Keindahan struktur bahasa yang digunakan sangat diperhatikan (rima, ritme, musikalitas). Apa yang tersembunyi di balik bahasa yang digunakan itu adalah makna yang ingin disampaikan. Makna yang dikandungnya tersebut dapat berupa pikiran, perasaan, pendapat, kritikan, dan lain-lain.Pemadatan di dalam puisi adalah pengintensifan segala unsur bahasa. Unsur-unsur bahasa tersebut di dalam penyusunannya dirapikan, diperbagus, diatur sebaik-baiknya dengan memperhatikan keindahan bunyi (rima, ritme, dan musikalitas). Hakikat PuisiSeperti yang dikemukakan di atas bahwa hakikat puisi tidak terletak pada bentuk formalnya. Bentuk formal hanyalah sebagai sarana kepuitisan yang digunakan penyair untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Ada tiga aspek yang perlu dipahami untuk mengerti hakikat puisi, yakni: 1) fungsi estetik; 2) kepadatan; dan 3) ekspresi tidak langsung.1) Fungsi EstetikPuisi merupakan salah satu bentuk karya sastra, fungsi estetik sangat dominan, sangat berkuasa. Tanpa fungsi seni ini, karya kebahasaan tidak dapat disebut sebagai karya seni sastra. Unsur-unsur estetik atau keindahan di dalam karya sastra tersebut merupakan unsur-unsur kepuitisan seperti: diksi, rima (persajakan), irama, gaya bahasa, dan sebagainya. 2) KepadatanAdapun yang dimaksud dengan kepadatan ini adalah pemadatan kata-kata. Di dalam puisi, tidak semua peristiwa diceritakan, akan tetapi yang diekspresikan adalah inti masalah, atau inti cerita. Karena itu, kadang-kadang kata-kata hanya diambil inti dasarnya. Imbuhan-imbuhan, baik awalan maupun akhiran sering dihilangkan. Perhatikanlah contoh sajak di bawah ini:Sajak Penerimaan ini penuh pemadatan. Banyak kata yang hanya menggunakan inti dasarnya, kata selengkapnya atau imbuhan dihilangkan, seperti pada kata /kau/ (engkau), /kutahu/ (aku mengetahui), /dulu/ (dahulu), /tunduk/ (menunduk). Selain itu, ada kalimat-kalimat yang dihilangkan, sehingga hubungan antar-kalimatnya implisit, misalnya: /Kalau kau mau kuterima kau kembali/ (tetapi tentu hanya untukku sendiri; jangan terbagi dengan yang lain; sekalipun aku sadar keberadaanku; tidak pantas dengan dirimu); (karena) /sedang dengan cermin aku enggan berbagi/.Kata-kata dan kalimat-kalimat tambahan yang tidak dieksplisitkan dalam sajak disimpan dalam tanda kurung.3) Ekspresi Tidak LangsungPuisi merupakan karya sastra yang berisi ekspresi seorang penyair. Ekspresi yang dikemukakan adalah ekspresi pikiran atau gagasan atau perasaan yang tidak langsung. Ketidaklangsungan ekspresi itu menurut Riffaterre (1978:120) disebabkan oleh tiga hal, yakni: a) karena penggantian arti (displacing of meaning); b) karena penyimpangan arti (distorting of meaning); dan c) karena penciptaan arti (creating of meaning).a. Penggantian Arti (displacing of meaning)Terjadinya penggantian arti ini karena digunakannya bahasa kiasan di dalam karya sastra, seperti penggunaan majas metafora, metonimia, simile (perbandingan), personifikasi, sinekdoc, dan lain-lain. (1) AmbiguitasAmbiguitas ini disebabkan oleh bahasa sastra itu bermakna ganda (polyinterpretable), apalagi di dalam puisi. Ambiguitas ini dapat berupa kata, frase, klausa, ataupun kalimat. Hal ini disebabkan oleh sifat puisi yang berupa pemadatan. Berikut contoh ambiguitas di dalam sebuah sajak pada puisi Chairil Anwar. b. Penyimpangan ArtiPenyimpangan arti ini disebabkan oleh tiga hal, yaitu: ambiguitas, kontradiksi, dan nonsene.c. Penciptaan Arti (Creating of Meaning)Penciptaan arti merupakan konvensi kepuitisan yang berupa bentuk visual yang secara linguistik tidak mempunyai arti, tetapi menimbulkan makna dalam sajak (dalam karya sastra). Jadi, penciptaan arti ini merupakan pengorganisasian teks di luar linguistik. Termasuk di dalam penciptaan arti ini adalah pembaitan, enjambement, persajakan (rima), tipografi, dan homologues. Pembaitan adalah pengaturan bait-bait; Enjambement bermakna pemenggalan kata-kata pada baris yang berbeda; Rima dimaksudkan sebagai pengaturan bunyi pada akhir baris; Tipografi berarti penyusunan baris-baris dalam keseluruhan sajak; Homologues adalah bentuk kata yang sama pada baris-baris yang sejajar (misalnya pada pantun).
.2.2 Kerangka Berpikir Karya sastra terutama roman dapat menjadi sarana yang sangat efektif bagi penyampaian, pengenalan, pengahayatan dan pemahaman unsur-unsur religi dalam suatu budaya di masyarakat. Unsur yang ingin disampaikan secara alamiah tanpa ada kesan menggurui..










BAB IIIANALISIS STLISTIKA DESKRIPTIF DAN GENETIS PUISI CHAIRIL ANWAR DAN SUTARDJI C.BAHRI
3.1 Analisi Stilistika Deskriptif SAJAK PUTIHChairil AnwarBersandar pada tari warna pelangiKau depanku bertudung sutra senjaDi hitam matamu kembang mawar dan melatiHarum rambutmu mengalun bergelut sendaSepi menyanyi, malam dalam mendoa tibaMeriak muka air kolam jiwaDan dalam dadaku memerdu laguMenarik menari seluruh akuHidup dari hidupku, pintu terbukaSelama matamu bagiku menengadahSelama kau darah mengalir dari lukaAntara kita mati datang tidak membelah/Di hitam matamu kembang mawar dan melati / mawar dan melati adalah metafora dalam baris tersebut, bermakna sesuatu yang indah. /sepi menyanyi/ merupakan personifikasi ‘sepilah yang menyanyi’, dan seterusnya. Puisi yang mencoba untuk menghadirkan suasana sunyi dan sendu. Pilihan kata yang ada dalam puisi di atas merupakan esensi yang coba dihadirkan oleh chairil anwar karena merupakan wahana ekspresi utama. PENERIMAANKalau kau mau kuterima kau kembaliDengan sepenuh hatiAku masih tetap sendiriKutahu kau bukan yang dulu lagiBak kembang sari sudah terbagi¬Jangan tunduk! Tentang aku dengan beraniKalau kau mau kuterima kau kembaliUntukku sendiri tapiSedang dengan cermin aku enggan berbagi(Chairil Anwar) Chairil Anwar mencoba menekankan kata-kata yang telah mengalami penghilangan unsur-unsur pengimbuhan. Dari kata kau (engkau), dulu (dahulu), dan Bak (bagai). Unsur pemenggalan ini mempunyai perbedaan dalam penekanan bunyi dan irama dalam puisinya. DOAKepada pemeluk teguhTuhankudalam termanguaku masih menyebut nama-MuBiar susah sungguhmengingat Kau penuh seluruhCaya-Mu panas sucitinggal kerdip lilin di kelam sunyiTuhankuaku hilang bentukremukTuhankuaku mengembara di negeri asingTuhankudi pintu-Mu aku mengetukaku tidak bisa berpaling(Chairil Anwar)
Dalam baris pertama terlihat bahwa si ”aku” masih /termangu/, atau ragu-ragu akan adanya Tuhan, tetapi si ”aku” masih menyebut-nyebut nama Tuhan. Pada bait kedua, meskipun si ”aku” merasa sangat /susah/ untuk menyebut nama Tuhan, tetapi si aku /masih menyebut/ nama-Nya, karena ia sadar bahwa Kau itu /penuh seluruh/. Klausa “Kau penuh seluruh”, mempunyai makna ganda, bisa dimaknakan: Engkau mutlak ada, Engkau maha sempurna adanya, keberadaan-Mu tidak dapat diingkari, Engkau sungguh-sungguh ada secara utuh./Aku hilang bentuk/ /remuk/ dimaknakan bahwa si ”aku” sangat menderita, dan karena seakan si aku tidak berbentuk dan berwujud lagi. Dalam keadaan seperti itu pula si aku merasa bahwa dirinya seakan /mengembara di negeri asing/, terpencil dari yang lain. Dalam keadaan tidak berdaya, si ”aku” masih berusaha /mengetuk pintu/ Tuhannya yang maha Rohman. Karena itu juga, si aku /tidak bisa berpaling/.


TRAGEDI WINKA & SIHKASutardji Calzoum BachriKawinKawinKawinKawinKawinKaWinKawinkawinkawinkawinkawinkawinkasihkasihkasihkasihkasihkasihkasihkasihkasihsihsihsihsihsihkaKuSajak di atas hanya terdiri dari dua kata, yakni kawin dan kasih. Kedua kata itu diputus-putus dan dibalik, yang secara linguistik tidak ada maknanya, kecuali kawin dan kasih itu. Kata kawin dan kasih bermakna konotatif, yakni perkawinan itu menimbulkan angan-angan hidup penuh harapan dan kebahagiaan, apalagi bila diiringi kasih sayang. Pada sajak di atas, kata kawin dideretkan sampai lima kali secara utuh, ini dimaknai bahwa dalam periode mungkin lima tahun, lima bulan, lima minggu, atau lima hari, perkawinan itu berjalan seperti yang diharapkan dari semula, penuh kebahagiaan. Akan tetapi kemudian kata kawin terputus-putus, ini dimaknai bahwa perkawinan yang penuh kebahagiaan itu sudah tidak utuh lagi, karena banyak masalah suami istri menjadi sering bertengkar.Selanjutnya gambaran terbaliknya kata kawin menjadi winka mengandung arti bahwa kebahagiaan ‘surga’ yang diharapkan itu menjadi sebaliknya ‘neraka’ yang ada. Begitu pula dengan tipografi zigzag, ini memberi kesan bahwa perkawinan yang semula bermakna kebahagiaan itu, setelah melalui jalan yang berliku-liku, pada akhirnya terjadi bencana, tragedi: terbaliknya winka dan terputusnya sihka.
AMUK….. aku bukan penyair sekedaraku depandepan yang memburumembebaskan katamemanggilMupot pot potpot potkalau pot tak mau potbiar pot semua potmencari potpothei Kau dengar manterakuKau dengan kucing memanggilMuIzukalizuMapakazaba itasatalitutulitapapaliko arukabazaku kodega zuzukalibututukaliba dekodega zamzam logotokocozukuzangga zegezegezezukuzangga zegezegeze zukuzangga zegezegeze zukuzangga zegezegeze zukuzangga zegezegeze zukuzangga zegezegeze aahh…..!mama kalian bebascarilah tuhan semaumuKata-kata seperti pot, izukalizu, mapakazaba, itasatali, tutulita, papaliko arukabazaku kodega zuzukalibu, dan seterusnya adalah contoh kata-kata yang nonsense. Di sinilah terjadinya penyimpangan arti tersebut. Jika dilihat maka jelas bahwa pilihan katanya mencakup banyak dimensi. Kata yang dipilih tidak hanya sekedar mampu menghadirkan makna-makna tertentu, melainkan masih diikuti dengan tuntutan yang lain seperti penatannya dalam struktur kalimat, penataanyang menghadirkan nuansa bunyi tertentu,dan penataan yang menghadiran satu simbolisme tertentu.
3.2 ANALISIS STILISTIKA GENETIS
3.1.1 SUTARDJI C. BAHRI
Sutardji lahi di Rengat, Riau, tempat asal bahasa Indonesia tanggal 24 Juni 1941. Ayahnya bernama Mohammad Bachri berasal dari Prembun, Kutohardjo, Jawa Tengah menjabat sebagai Pembantu Inspektur Polisi, Kepolisian Negara dalam Negeri R.I. Di daerah Tanjung Pinang, Riau. Ibunya bernama May Calzoum berasal dari Riau. Sutardji adalah anak kelima dari sebelas bersaudara. Ia menikah dengan Mariam Linda, tahun 1982, anak tunggalnya bernama Mila Seraiwangi.Sutardji dikenal dengan KREDO PUISI yang menarik perhatian dunia sastra di Indonesia. Tiga buah antologi dalam O,Amuk, Kapak (penerbit sinar Harapan, Jakarta 1981). Ktertas kerja yang berjudul Pantun disampaikan dalam forum sastra Pertemuan Sastrawan Indonesia (Persi) dan Pertemuan Sastrawan Nusantara IX di Sumatra Barat. Dalam eseinya tentang pantun, tampak jelas Utardji ingin menyampaikan kepada kita, bahwa khasanah lama yang bernama pantun itu masih relevan untuk dijadikan acuan memahami seluruh kondisi dan hakekat puisi modern kita sekarang. Dalam pantun mempunyai dua kandungan sampiran dan isi. Persoalannya bahwa pantun sebagai puisi menjadi utuh karena mengandung sampiran dan mengandung isi. Seperti yang dicontohkan pad sajak Sitor Situmorang.Dan kemudian hari, Sutardji berpendapat bahwa puisi ini sebenarnya berulah sampai bentuk sampiran saja. Dengan contoh yang mengena dan luas, Sutardji menyatakan sebagian dari puisi modern kita adalah sampiran. Karena sifatnya sampiran, sebagai puisi belum berbicara apa-apa. Sebuah puisi akan menjadi gelap jika sampai pada tahap sampiran saja. Measkipun mungkin pendapat penyair ini masih bisa diperdebatkan dikemudian hari; namun, esei tentang pantun dari penyair ini adalah salah satu bukti bahwa pemikiran dan pencarian Sutardji dalam kepenyairan selama ini belum berhenti.
IVKESIMPULANDari semua pendekatan Pada perinsipnya , ‘seni saatra’ (baca juga ‘seni bahasa’) dapat dipandang dari dua segi kemungkinan> Pertama, ‘seni sastra’ dipandang sebagai bagian dari seni pada umumnya. Di sini, karya sastra dikaji sebagi objek estetika, dengan menghkhususkan perhatiannya pada gejala bahasa , plastik bahasa, dan penggunaan bahasa kias/majas atau bahasa figurative(figurative language), serta sarana retorika yang lain. Jadi pengkaljiannya masuk kedalam kajian stilistika, retorika dan estetika. Kedua, seni sastra dipandang sebagai bagian dari ilmu bahasa (linguistics) pada umunnya.Dalam hal ini seni sastra dikaji dengan berdasarkan penggunaan bahasa yang khas. Jadi masuk pada lingustik terapan. Ia dikaji ragam bahasa yang digunakan. Apa jenisnya. Penekanannya pada pengkajian teks sastra. Landasan teorinya adalah konvensi-konvensi atauu konsepsi-konsepsi sastra atau bahasa.








DAFTAR PUSTAKARistiani, Iis. 2003. Kajian Apresiasi Prosa Fiksi dan Puisi, Bahan Ajar Perkuliahan Sertifikasi Guru M.Ts. Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati.Tarigan, Henry Guntur. 1993. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung:Angkasa.Endraswara,Suwardi .2008.Metodologi Penelitian Sastra.Yogyakarta: MedPress.Moleong,Lexy,J.1988.Metodolgi Penelitian Kualitatif.Bandung:PT.Remaja Rosdakarya. Fananie, Zainuddin.2001. Telaah sastra. Surakarta : IKIP Muhammadiyah Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar