Strukturalisme dan ‘Kematian Pengarang”Roland Barthes, salah seorang tokoh terpenting strukturalisme menganggap bahwa dalam kewenangan pembaca ada yang dionamakan “kematian pengarang”, salah satu pijakan dasar strukturalisme. Maklumat “kematian pengarang “ terdapat dalam karya roland Barthes, Image-Music-Text (imaji-Musik-Teks).Oleh roland Barthes pula, makna “teks sastra” diperluas.” Teks sastra bukan sekedar karya sasatra, esai mengenai sastra dan hal-hal semacam itu, namun mencakup juga iklan. Mode pakaian, komik,dan lain-lain. Pengarang dalam “ketian pengarang”, dengan demikian, tidak terbatas pada pengarang karya sastra. Segala sesuatu yang dilakukan dalam strukturalisme, sementara itu, sebagaimana misalnya menghadapi teks sastra dengan kerangka berfikir structuralisme, membandingkan karya seni lain dengan teks sastra, menurut roland Barthes adalah “aktivitas strukturalis”. Persoalan pertama yang harus dihadapi dalam melakukan aktivitas strukturalis, dengan sendirinya, adalah makna struktur itu sendiri. Dalam penjelasan makna srtrukturalisme,tampak betapa kuat pengaruh Ferdinand De Saussure. Struktur, menurut Roland Barthes, adalah sebagi berikut,a. “Puitika yag berhadapan dengan sastra sebagimana pula linguistic berhadapan dengan bahasa”. Makna poetic art tidak lain adalah seni penulisan karya sastra dan seni pengahyatan karya sastra. Pengarang yang baik, dan dengan demikian,sanggup menulis karya satra yang baik, dengan sendirinya adalah pengarang yang memiliki poetic art yang baik,yang dalam konteks fenomenologi dianggap yang memiliki poetic art yang tinggi. b. Tidak berusaha menjelaskan makna sebuah karya, namun berusaha secara eksplisit menjelaskan sistem bentuk bangunan dan konbvensi yang memungkinkan serangkaian karya memiliki bentuk dan makna yang mereka miliki.c. Kajian strukturalis tidak selamanya perlu untuk berusaha member penafsiran karya sastra, tapi melihat struktur yang menngarisbawahi karya-karya ini.Dalam perkembangannya strukturalisme kemudian tampak lebih jelasbahwa nilaiestetis dalam pengertian konvensional mkin tidak dipertimbangkan. Nemw Critism, misalnya, tidak mungkin mempergunakan iklan dan tanda lalu lintas menjadi objek kajian. Bagi strukturalisme, khususnya pada tahap kemudian, iklan, siaran radio, komik, dan sebagainya, tidak lian adalah teks sastra. Perluasan makna teks sastra disebabkan oleh berbagai alasan seperti berikut ini.a. Roland Barthes memperluas makna teks sastra dengan produk-produk di luar sastra, seperti mode pakaian. Lalu menurut Levi-Strauss, hakikat strukturalisme adalah kembali ke dunia antropologi. Karena itu, mitologiyang terpenting adalah menbedah struktur yang mendasari karya-karya sastra itu. Ibaratnya,kalau kita melihat dua objek: yang strukturnya sama, kita hanya mendedah mengapa dua objek itu mempunyai unsure yang sama. Mitologi dan StrukturalismeMitologi menurut Northop Frye, udah ada sejak awal peradaban manusia. Pada haikatnya manusia hidup dalam ketakutan, dank arena itulah manusia lari “ke atas sana”. Mitologi juga merupakan manifestasi menurut carl gustav Jung, “ketidaksadaran bersama”. Manusia sebagai sebuah kelompok makhluk tidak sadar bahwa mereka menggambarkan ketidakberdayaan manusia dalam menghadapai segala permainan para dewata. Ada beberapa factor yang mendorong strukturalisme untuk terobsesi oleh mitologi, antara lain, karena mitologi adalah masalah “dalaman” manusia. Tanpa sadar manusia takut, dan di luar kesadaran manusia sendiri, mitologi muncul sebagai manifestasi rasa takut mereka. Strukturalisme, sementara itu, melihat struktur semua objek sebagai “struktur luaran”, dan dibalik “struktur Luaran” itu ada “struktur dalaman”. Sebuah motto penting dalam strukturlaisme, sekali lagi, adalah the difficult in structural Literary critism…is the relationship of structure and meaning (and function). Di bawah baying-bayang pemikiran Ferdinand de Saussure dengan semiotiknya, struktulisme juga terobsesi oleh masalah signifier dan signified.Insting Strukturalisme dan Insting StrukturasiDalam berhadapan dengan kehidupan, strukturlaisme juga menemukan dua komponen, yaitu nsting strukturalis dan insting strukturasi. Dengan dibekali oleh insting Strukturalis, begitu melihar objek makan ia akan langsung mempertanyakan apa gerangan di balik struktur itu. Ketidaksadaran bersama manusia, sementara itu, tanpa disadari manusia sendiri, telah melahirkan mitologi, dan inilah yang dinamakan insting strukturasi. Insting strukturlis kalau perlu juga dapat memepertanyakan, mengapa ketidaksadaran bersama ini telah mendorong insting strukturasi untuk mewujudkan dirinya sebagai cerita rakyat, dan bukan, misalnya, sebagai music, tarian, model pakaian, pepatah-petitih, lukisan di dalam goa, dan sebagainya. Hubungan antara ketidaksadaran bersama di satu pihak dan cerita rakyat di pihak lain pada hakikatnya sama dengan hubungan antara signifier dan signified dalam semiotic. Kendati hubungan antara signifier dan signified dalam semiotic. Kendati hubungan ini arbitrer, menurut Saussure, hubungan itu stabil.Cara Kerja Strukturalisme1. Strukturalisme pada awalnya mengamati lebih dari satu objek, dengan tujuan untuk mendedah apa yang ada di balik kesamaan struktur dalam objek atau lebih.2. Strukturalisme kemudian menyadari, pada dua objek atau lebih dari itu ternyata tidak hanya terdapat kesamaan atau kemiripan, namun ada juga ketidaksamaan dan bahkan kutub-kututb berlawanan.3. Tek sastr akemudian diikat oleh hukum simetri.4. Ketidaksamaan dan kutub-kutub yang berlawanan memunculkan kesadaran akan adanya binary opposition.5. Tidak semua oposisi biner, kesamaan, dan ketidaksamaan hadir dalam dua objek atau lebih6. Oposisi biner akan tampak apabila orang tersebut mendekonstruksi objek tersebut. 7. Untuk melihat “struktur luaran”, dengan insting strukturalis seseorang berusaha untuk mendedah “struktur dalaman” objeknya. Dalam mitologi dan sastra, “struktur dalaman” objeknya.8. Untuk mendedah “struktur dalaman” melalui “struktur luaran,” roland Barthes dalam S/Z studi mengenai Sarrasine, menyarankan penggunaan analisis lexies (unit-unit makna)Strukturalisme dan PascastrukturalismePerbedaan strukturalisme dan Pascastrukturalismea. Strukturalisme meneriman pendapat Ferdinand de Saussure bahwa kendati hubungan antara signifier dan signified arbitrer, hubungan ini stabil. Berdasarkan pendapat ini, strukturalisme menganggap ada koherensi antara “struktur luaran” dan “struktur dalaman”. b. Pascastrukturalisme memebantah anggapan strukturalisme mengenai koherensi antara”struktur luaran” dan “struktur dalaman”. Bukan hanya dalam dua objek atau lebih, dalam satu objek pun, ternyata ada kontradiksi-kontradiksi, ada ketidakmenentuan, dan juga ada berbagai kemungkinan teks. c. Strukturalisme dengan demikian, menunjukkan kesatuan dan koherensi teks, sedangkan pascastrukturalisme menunjukkan disunity (ketidak-satuan) dan diskoherensi teks.d. Strukturalisme berusaha untuk menemukan simetri antara kiri dan kanan.e. Pascastrukturalisme berusaha untuk menemukan kontradiksi/paradox, shift/perubahan/perbedaan dalam tone, teknik narasi,waktu, orang, sikap, konflik, ketidakadaan simetri/penghapusan simetri, dan lain-lain yang menunjukkan disunity dan tidak adanya koherensi.
Komentar :Strukturalisme dan
Rabu, 04 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar