SIKAP DAN PANDANGAN HIDUP PEREMPUAN PADA TOKOHSRINTIL DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DAN TOKOH CHIYO DALAM NOVEL MEMOIRS OF GEISHAKARYA
A. PENGANTARDalam menciptakan karya sastra, pengarang tidak dapat melepaskan diri dari teks-teks sastra yang lain. Menurut Sitanggang (2003:81) kelahiran suatu karya sastra tidak dapat dipisahkan dari keberadaan karya-karya sastra yang mendahuluinya, yang pernah diserap oleh sastrawan. Pengarang pada dasarnya tidak hanya sebagai produktor, namun pengarang tidak berangkat dari kekosongan. Melalui karya terdahulu, ia menggulumi konvensi sastranya, konvensi estetinya, gagasan yang tertuang dlam karya itu, kemudian mentransformasikannya ke dalam suatu karangan, karyanya sendiri. (Sitanggang, 2003:81).Karya sastra tidak pernah terlepas dari lingkungan yang mengintarinya, yakni pengarang dan masyarakat. Keduanya memiliki kaitan erat dalam membangun karya sastra yang otonom. Tanpa kehadiran pengarang, karya sastra tidak akan tercipta. Begitu juga dengan masyarakat, tanpanya, mustahil karya sastra dapat lahir begitu saja.Kehadiran masyarakat memberikan nilai-nilai sosial budaya dalam karya sastra. Tidak mengherankan, masyarakat memberikan konstribusi yang sangat besar dalam melahirkan kanon sastra. Seldon (dalam Ratna, 2005:160) mengatakan bahwa kanon-kanon kesusastraan besar dihasilkan oleh masyarakat. Lebih jauh dikatakan Kurniawan (kritiksastra.blogpsot.com) ini berarti bahwa masyarakat memiliki andil besar dalam membentuk dan memberi nilai terhadap karya sastra yang dilahirkannya. Pada akhirnya, kehadiran karya sastra merupakan cermin dari masyrakat. Dan akhirnya, seperti apa yang diungkap Damono dan Kresteva, karya sastra tidak pernah hadir tanpa kekosongan budaya.Keberadaan masyrakat inilah yang dapat memberikan suasana yang sama dalam karya sastra. Maka, kajian sastra bandingan memberikan ruang terhadap segala aspek yang terdapat di dalam karya sastra yang dikaji tersebut.Pada tulisan ini akan dibahas berbagai sikap dan pandangan hidup seorang perempuan melalui tokoh Srintil dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan Memoirs of Geisha. Novel ini mengangkat tema perempuan di lingkungannya pada masa itu. Novel ini mengandung unsur feminisme yang terkait dengan hal keperempuanan yang selanjutnya akan dibahas sebagai dasar untuk melihat fenomena sikap dan pandangan hidup seorang perempuan yang tertuang dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk dan Memoirs Of Geisha. Tulisan ini mengangkat perempuan dari segala keadaanya baik itu yang menjadi superioritas maupun inferioritasnya. Focus pembahasan yang menyangkut diri perempuan, yakni mengenai cinta, sesualitas dan kekuasaan perempuan. Keperempuanan dalam hal ini menginterpretasikan bagaimana perempuan melawan, bagaimana perempuan menjadi kuat , tetapi juga bagaimana perempuan menempatkan diri sesuai dengan apa yang dimilki dari dalam dirinya yang seutuhnya. Tokoh perempuan dalam Ronggeng Dukuh Paruk dan Memoirs Of Geisha adalah perempuan yang terjebak dalam kekuasaan politik, jeratan hidup, budaya serta tuntutan profesi yang selalu membawa mereka dalam permasalahan-permasalahan yang tak jarang memaksa untuk meneteskan ar mata. Ekonomi menjadi bagian yang mempengaruhi kehidupan manusia. Ini tidak dapat dipungkiri, bahwa hipotesis Marxis tentang kapitatalistik, membawa dampak yang signifikan terhadap nilai filosifi hidup manusia.Ialah Chiyo, tokoh utama dalam Memoirs of a Geisha yang menjadi geisha sebab faktor ekonomi keluarga. Faktor itulah yang kemudian menjadi embrio dalam membentuk psikologis Chiyo. Dan pada akhirnya perasaan sebagai wanita yang terhegemoni sekaligus menghegemoni patriaki, mewarnai kehidupannya. Posisisi dikotomik-dualistik itulah yang menjadi bagian dalam kehidupan Chiyo sebagai geisha.Berangkat dari keluarga kurang mampu, menyebabkan Chiyo menjadi wanita yang memiliki sikap mengalah untuk diperlakukan oleh orang lain. Sikap itulah yang menjadikan dia sebagai seorang perempuan yang terhegemoni oleh patriaki.
Pakaian Kuniko jauh lebih bagus daripada pakaianku, dan dia memakai zori; tetapi sebagai anak kampong, aku mengejarnya ke hutan dengan telanjang kaki sampai aku berhasil menyusulnya di semacam rumah pohon terbuat dari dahan-dahan pohon yang mati.(Golden, 2002:33)
a. Sinopsis Novel Ronggeng Dukuh ParukSrintil adalah ronggeng Dukup PAruk yang kehadirannya sudah lama dinantikan oleh warga setempat. Ronggeng merupakan jati diri Dukuh Paruk, sebuah dusun kecil terpencil yang dilingkupi oleh kebidohan dan kemikinan penduduknya. Dengan cepat Srintil menjadi primadona warga Dukuh Paruk bahkan warga di luar pedukuhan tersebut. Semua laki-laki, dari kaula biasa hingga para pejabat desa dan kabupaten, selalu ingin bersama dengan ronggeng itu, menjamahnya bahkan menikmati tubuh ronggeng itu dengan menidurinya. Srintil yang sesungguhnya mencintai Rasus, kecewa ketika tahu bahwa Rasus pergi meninggalkan dukuh Paruk dan dirinya tanpa berpamitan kepada Srintil. Saat itulah Srintil tahu, bahwa Rasus meinggalkan Srintil karena yakin bahwa cintanya kepada Srintil tidak dapat bersatu karena status Srintil sebagai seorang Ronggeng. Karena hal tersebut Rasus memilih pergi dan hal itu membuat luka yang dalam di hati Srintil, ia menjadi bermuram durja dan memulai ada pergolakan dalam dirinya yang sebagai seorang ronggeng. Malapetaka politik tahu 1965 membuat dukuh mejadi hancur, baik secara fisik maupun mental. Ketidaktahuan dan tidak adanya seorang yang “kuat” dalam desa Dukuh membuat mereka dituduh telah melakukan tindakan provokasi lalu ditahan. Akan tetapi Srintil tidak diperlakukan seperti mereka, Karen ia memiliki wajah cantik.Tahanan politik yang telah dicap kepada dirinya membuat dirinya sadar akan harkatnya sebagai seorang manusia. Setelah bebas, ia berniat memperbaiki citra dirinya dan untuk menjalani hidup normal layaknya perempuan baik-baik pada umumnya, yaitu berkeluarga. Pertemuannya dengan Bajus memberikan keinginan besar untuk menjadi seorang istri. Namun Bajus telah menyakiti hati Srintil hingga ia menjadi depresi dan masuk Rumah Sakit Jiwa lalu Rasus lah yang membawanya. b. Snopsis Novel Memoirs Of GeishaDi mulai dari kisah seorang anak kecil dari Yoroido bernama Chiyo-chan yang dijual ke rumah geisha oleh Tuan Tanaka. Di sana Chiyo menjalani kehidupan sebagai pelayan okiya yang ditindas oleh Hatsumomo, geisha satu-satunya okiya tersebut. Pada akhirnya ia tidak tahan dan mencoba kabur, namun usaha kaburnya ini malah membawanya terancam seumur hidup untuk menjadi pelayan okiya karena Ibu okiya telah menghentikan pendidikannya.
Hingga suatu saat ketika Chiyo menangis meratapi nasibnya di tepi sungai Shirakawa, ia dihibur oleh petinggi Iwamura Elektrik, yang dipanggil Ketua. Terpesona dengan Ketua, Chiyo bertekad untuk berjuang menjadi Geisha top dengan harapan suatu saat ia akan bisa menjadi danna atau isteri simpanan Ketua. Perjuangan berlanjut ketika ia dan kakak Geisha-nya, Mameha, mesti bersaing dengan geisha-geisha lain untuk menjadi Geisha ternama. Musuh utamanya tentu saja geisha yang serumah dengan Chiyo: Hatsumomo yang juga telah mengambil adik: Labu. Labu adalah sahabat Chiyo, namun ketika Chiyo (nama Geishanya adalah Sayuri) diadopsi oleh ibu okiya, persahabatan mereka hancur.
B. ANALISIS1. Sikap Dalam Menerima Keadaan Hidup
Srintil mengalami perjalanan hidup yang sebagian besar mengalami perbudakan atas profesi mereka dengan dijadkan budak seksualitas. Srintil yang sudah terbiasa dengan seruan nakal dan sarat akan hawa nafsu dari laki-laki. Pandangan bakan sikap tidak sopan dari seorang laki-laki juga sudah menjadi santapan Srintil sehari-hari sebagai seorang ronggeng. Hal tersebut ada dala kutipan dibawah ini.
“Eh wong kenes, wong kenes. Aku tahu di dukuh Paruk orang menggosok-gosokkan batu kebadannya bila sedang mandi. Tetapi engkau tak pantas melakukannya. Mandilah dengan sabun mandiku. Tak usah bayar, bila malam nanti kau bukakan pinti bilikmu bagiku. Nah kemarilah.” Berkata demikian tangan Pak Sibar menjulur kearah pinggul Srintil..(Ronggeng Dukuh Paruk:83)
Ekonomi menjadi bagian yang mempengaruhi kehidupan manusia. Ini tidak dapat dipungkiri, bahwa hipotesis Marxis tentang kapitatalistik, membawa dampak yang signifikan terhadap nilai filosifi hidup manusia.Ialah Chiyo, tokoh utama dalam Memoirs of a Geisha yang menjadi geisha sebab faktor ekonomi keluarga. Faktor itulah yang kemudian menjadi embrio dalam membentuk psikologis Chiyo. Dan pada akhirnya perasaan sebagai wanita yang terhegemoni sekaligus menghegemoni patriaki, mewarnai kehidupannya. Posisisi dikotomik-dualistik itulah yang menjadi bagian dalam kehidupan Chiyo sebagai geisha.Berangkat dari keluarga kurang mampu, menyebabkan Chiyo menjadi wanita yang memiliki sikap mengalah untuk diperlakukan oleh orang lain. Sikap itulah yang menjadikan dia sebagai seorang perempuan yang terhegemoni oleh patriaki.
Pakaian Kuniko jauh lebih bagus daripada pakaianku, dan dia memakai zori; tetapi sebagai anak kampong, aku mengejarnya ke hutan dengan telanjang kaki sampai aku berhasil menyusulnya di semacam rumah pohon terbuat dari dahan-dahan pohon yang mati.(Golden, 2002:33)
2. Kepatuhan Kepada Orangtua
Srintil adalah sebuah potret patriarki seorang anak terhadap orangtua atau orang yang usianya lebih tua dari mereka. Kepatuhan yang berlandasakan pada budaya adat, telah membuat mereka tenggelam pada dunia ketidakhormatan sebagai seorang perempuan. Kepatuhan mereka pula lah yang menghantarkan ia sebagai objek seksualitas laki-laki. Takdir Srintil sebagai seorang ronggeng membuat dirinya menjadi objek seksualitas laki-laki . sebagai perempaun bila yang ditakdirkan sebagai ronggeng. Kakek Srintil menyerahkan Srintil kepada dukun ronggeng. Dukun ronggeng yang mengetahui berbagai ritual untuk penyempurnaan menjadi ronggeng, turut enguak keuntungan materi bagi diri mereka. Dukun ronggeng tersebut berdalih, bahw hal itu adalah suatu keharusan bagi Srintil tanpa mempedulikan perasaan Srintil. Hokum adat ini juga lah yang membuat Srintil tak berdaya ketika harus menyerahkan keperawanannya sebagai suatu proses penyempurnaan.
Kebekuan di beranda rumah Kartareja berakhir. Di halaman kelihatan seorang muda datang dengan sepeda berteromol. Dower langsung tahu siapa pemuda itu. Dari suara sepedanya Dower telah memastikan kedatangan Sulam Hati pemuda Pecikalan itu resah karena ia tahu saingan tangguh telah datang. Sebaiknya, Kertareja tersenyum. Dia juga kenal siapa Sulam Adanya; anak seorang lurah kaya dari seberang kampong. Meski sangat muda, Sulam dikenal sebagai penjudi dan berandal. Seorang Kertareja tidak merasa perlu mencari orang-orang alim. Dia hanya memerlukan sebuah ringgit emas sebagai nilai keperawanan Srintl (Ronggeng Dukuh Paruk:71).
. Sikap mengalah Chiyo—akibat faktor ekonomi—membawanya ke dalam sikap pasrah menerima sesuatu yang menimpa dirinya. Sikap itu yang kemudian membawa nuansa lain dalam diri Chiyo. Dia mengalami katakutan ketika harus beradaptasi dengan orang lain. Hal tersebut dapat dilihat dari kekuatirannya ketika dia membayangkan dirinya sebagai anak adopsi Tuan Tanaka.
Sejak saat itu, aku mulai membayangkan bahwa Tuan Tanaka akan mengadopsiku. Kadang-kadang aku lupa betapa tersiksanya aku saat itu.(Golden, 2002:25).
Perasaan tertekan yang dialamai Chiyo semenjak kecil, terus mengendam dalam alam bawah sadarnya. Ketika perasaan itu terus diendapkan, maka perasaan untuk melawan pun akan muncul. Maka, Chiyo pun mulai memiliki sikap perlawanan itu ketika kehidupannya bersama Hatsumomo. Perlawananya itu merupakan benih untuk menentang patriaki
C. KESIMPULANDari pemaparan di atas mengenai perempuan melalui tokoh Srintil dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk dan Memoirs Of Geisha dapat di analisis menurut sikap dalam menerima keadaan hidup dan kepatuhan kepada orang tua, Serta pandangan hidup Srintil yang lebih didasarkan oleh system social, status social, dan perbedaan gender, bahwa ia merasa beraa di status social terendah. Pandangan hidup dalam Ronggeng Duku Paruk ini mengenai pandangan sosok perempuan yang mengupayakan keutuhan perempuan sebagai sosok pribadi yang merdeka dan sejajar dengan kaum laki-laki. Pandangan peremuan ini juga tidak melepaskan perempaun yang sebagai kodratnya yaitu merawat, mengasuh, membimbing anak, muali dari hamil, dan membesarkannya.
D. DAFTAR PUSTAKABarthes, Roland. 2007. Membedah Mitos-Mitos Budaya Massa. Alih Bahasa: Ikramullah Mahyuddin. Yogyakarta: Jalasutra.Endraswara, Suwardi. 2004. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.Fananie, Zainudiin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Pres.
Rabu, 04 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar